Mixtape

SickMixtape: Against Government! Tolak RUU Permusikan

AGAINST GOVERNMENT! TOLAK RUU PERMUSIKAN

MIXTAPE OLEH DWIVETABLE

Track List:

  1. The Prodigy – Voodoo People | Music for the Jilted Generaton (1994, XL Recordings)
  2. Seringai – Mengadili Persepsi (Bermain Tuhan) | Serigala Militia (2007, High Octane Production)
  3. Glocken der Revolution – Polizei SA/SS | Noch Ist Zeit, Was Zu Ändern (1995, Lost and Found Records)
  4. Brujeria – Viva Presidente Trump! | Viva Presidente Trump! (2016, Nuclear Blast Records)
  5. Cro-Mags – Don’t Tread on Me | The Age of Quarrel (1986, Profile Records)
  6. U.K. Subs – Chemical War | Riot (1997, Cleopatra Records)
  7. Bars of Death – Tak Ada Garuda di Dadaku | Organize! {Compilation} (Grimloc Records)
  8. Anti-Flag – You’ve Gotta Die for the Government | Die for the Government (1996, New Red Archive)
  9. Milisi Kecoa – Bukan Untukku! | Memobilisasi Kemuakan {Compilation} (2014, Grimloc Records, Network of Friends)
  10. Fugazi – Waiting Room | 13 Songs (1989, Dischord Records)
  11. D.R.I. – Equal People | Dealing With It! (1987, Metal Blade Records, Enigma Records)
  12. 7 Seconds – Satyagraha | Soulforce Revolution (1989, Restless Records)
  13. Feine Sahne Fischfillet – Alles auf Rausch | Sturm & Dreck (2018, Audiolith Records)

Seteru yang timbul akibat Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan yang dilayangkan Anang Hermansyah (anggota Komisi X DPR RI), KAMI Musik Indonesia (KAMI), PAPPRI (Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia), musisi serta pekerja seni di bidang musik lainnya menjadi pemicu untuk saya meluncurkan mixtape ini. Tajuk yang dipilih adalah Against Government! Tolak RUU Permusikan sebagai respon atas RUU Permusikan dan kejahatan negara yang akhir-akhir ini sering terjadi.

Komisi X DPR RI sendiri memiliki ruang lingkup: Pendidikan, Olahraga, dan Sejarah. Pasangan kerja Komisi X diantaranya: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Kementerian Pariwisata; Kementerian Pemuda dan Olahraga; Perpustakaan Nasional; Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Bidang Pendidikan Tinggi); dan Badan Ekonomi Kreatif. Dilihat dari ruang lingkup Komisi X sendiri, agak membingungkan ketika mereka berupaya untuk mencampuri industri musik, bahkan hingga proses kreatif yang dilakukan oleh masing-masing individu untuk mengekspresikan isi kepala mereka melalui karya musik. Tahun politik, mungkin bisa kita jadikan kambing hitam kehadiran RUU Permusikan ini, namun sangat tidak bijaksana apabila hanya mempermainkan momentum dalam garis waktu, terlebih pemerintah seharusnya mampu mewadahi aspirasi warga-negara, bukan kemudian merepresi kehidupan warga-negara itu sendiri.

Tanpa menafikan faktor ekonomi, jelas RUU Permusikan ini menjadi hal yang ramai diperbincangkan, bahkan menjadi seteru bagi dua kubu: pro dan kontra atas RUU Permusikan ini, ya, karena akan berpengaruh terhadap proses kreatif (termasuk faktor ekonomi bagi para pekerja seni di bidang musik) yang akan berpengaruh sangat signifikan. Fenomena musik indie, mungkin menjadi faktor lain kemudian RUU Permusikan ini hadir. Selain kehadiran musisi indie yang berhasil mencuri ‘hati’ pasar musik, musisi indie juga tidak terbebani oleh biaya produksi musik, karena sudah terbiasa dengan melakukan secara mandiri, tidak lagi mengharapkan keuntungan lebih dari karya yang kemudian dijual. Pasca penjualan karya pun tidak diambil pusing, karena untung-rugi adalah resiko musisi indie dalam mendistribusikan karya mereka.

Pasal 5, menjadi sorotan utama para pekerja seni di bidang musik, tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan. Hadir sebagai respon atas upaya negara merepresi mereka, gerakan ini cukup masif dan mendapatkan banyak dukungan, baik sesama pekerja seni maupun penikmat musik. Pendapat berbagai masyarakat, khususnya pekerja seni, pasal 5 ini dianggap dapat memberangus proses kreatif, bukan hanya itu, pasal 5 ini pun sudah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 yang berisikan: “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

Meskipun mixtape ini hadir atas respon RUU Permusikan, lebih dari itu, mixtape ini bertujuan untuk memberikan pandangan lain atas negara, terutama pemerintah sebagai sarana pendukung bertahannya suatu wilayah. Tanpa banyak basa-basi berikut mixtape Against Government! Tolak RUU Permusikan:

1. The Prodigy – Voodoo People | Music for the Jilted Generaton (1994, XL Recordings)

Seteru yang hadir akibat terbitnya RUU Permusikan yang sebelumnya tidak dapat diakses sama sekali, seolah menggambarkan anggota legislatif menyimpan segudang rahasia. Bahkan, bagi sebagian orang, anggota legilslatif tidak lebih dari makelar Undang-Undang yang diterjunkan secara bebas dari partai politik yang dibangun atas dasar swadaya para elit, konglomerat, pengusaha hingga aktor-aktor politik lama Orde Baru. Untuk itu, silahkan nikmati hidangan pertama dalam playlist ini, Voodoo People dari The Prodigy dipilih karena secara tersirat mengandung berbagai makna, intip saja lirik berikut: “The voodoo, who-do-what-you-don?t-dare-to-people/ Voodoo people, magic people, voodoo people, magic people//”.

Untuk semua yang mendengarkan, welcome to eruption of democracy!

2. Seringai – Mengadili Persepsi (Bermain Tuhan) | Serigala Militia (2007, High Octane Production)

Sejak pertama kali mendengarkan lagu ini, satu hal yang selalu saya ingat: “Individu merdeka!”. Entah apa yang ada di pikiran Arian13 saat menulis lirik lagu ini, kalau boleh menebak, mungkin jawabannya: individu sudah merdeka sejak dalam kandungan. Untuk itu, lagu ini sangat cocok untuk merespon pasal-pasal karet dalam RUU Permusikan, terutama upaya-upaya pemerintah merepresi manusia yang lahir merdeka dengan segudang aturan yang sama sekali tidak sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Fuck You!

3. Glocken der Revolution – Polizei SA/SS | Noch Ist Zeit, Was Zu Ändern (1995, Lost and Found Records)

Masih ingat dengan nama Adolf Hitler? atau lambang swastika yang dilegitimasi oleh partai NAZI (Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei) sebagai simbol kejayaan mereka? Sejak tahun 1933 hingga akhirnya mereka terkubur di tahun 1945, kediktatoran rasis a la NAZI cukup diminati oleh anak muda di Indonesia, bukan hanya itu, sebagai komoditas fesyen, simbol swastika NAZI menjadi hal yang ‘keren’ padahal dibalik simbol itu terdapat banyak korban tak berdosa yang mati begitu saja.

Lagu Polizei SA/SS dari Glocken der Revolution ini mengingatkan tindak kekerasan yang akhir-akhir ini sering terjadi, mulai dari kriminalisasi korban dan aktivis lingkungan, seperti Sawin, Sukma, dan Nanto yang menolak pembangunan PLTU di Indramayu, Budi Pego yang menolak tambang emas Tumpang Pitu, petani pegunungan Kendeng yang sampai hari ini masih memperjuangkan lingkungan hidup mereka hingga pembunuhan Salim Kancil yang menolak pembangunan tambang di Lumajang. Peristiwa-peristiwa tersebut mengingatkan kekejaman paramiliter SA (Sturmabteilung) dan SS (Schutzstaffel) Jerman di bawah kuasa Hitler. Seolah berbeda, namun nyatanya aparat maupun preman yang dibekingi oleh para pengusaha serta negara dengan semena-mena mencabut nyawa manusia bak malaikat pencabut nyawa.

4. Brujeria – Viva Presidente Trump! | Viva Presidente Trump! (2016, Nuclear Blast Records)

Grup musik grindcore asal Meksiko ini berhasil memaksimalkan kebebasan berekspresi. Bagi masyarakat Indonesia pasal 28 UUD 1945 telah melindungi warga-negara untuk mendapatkan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya. Namun, kehadiran RUU Permusikan beserta segudang RUU lainnya yang seolah memperlihatkan kuasa penguasa hanya menguntungkan sebagian warga-negara, karena melalui kuasa tersebut mereka berupaya menguasai seluruhnya, persis seperti Donald Trump di Amerika Serikat. Tak perlu banyak cerita, lagu Viva Presidente Trump! dari Brujeria ini cukup memperlihatkan kesewenangan pemimpin (lihat saja kebijakan Donald Trump), untuk itu, atas nama kesejahteraan bersama, jangan diam atas kesewenangan negara, lawan!

5. Cro-Mags – Don’t Tread on Me | The Age of Quarrel (1986, Profile Records)

Lagu ini adalah cerminan pertemanan. Jujur, pergaulan saya cukup dipenuhi oleh beragam golongan, status sosial, dan sebagainya. Mulai dari seorang lulusan AKMIL, PNS, musisi hingga manusia-manusia yang rela menghabiskan waktu serta tenaga tanpa pamrih untuk membangun kembali keadaan masyarakat yang menjadi korban kesewenangan negara. Meskipun lirik dalam lagu ini menyiratkan balas dendam, bagi saya pertemanan mampu melampaui ideologi, bahkan keyakinan dogmatis. Untuk itu, tetap sehat kawan-kawanku, di mana pun kalian berada. Jangan paksa saya untuk menjadi bagian kehidupan masyarakat generik, biarkan  saya hidup seperti ini, tanpa penyesalan, tanpa rasa iri, dan penyesalan.

6. U.K. Subs – Chemical War | Riot (1997, Cleopatra Records)

Pasca perang dingin, seolah kehidupan manusia ada di bawah kuasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Perang dagang, menjadi istilah lumrah masyarakat modern. Bahkan, tidak sedikit, manusia rela menghabiskan waktunya hanya untuk menghilangkan sebagian manusia lain di muka bumi karena tidak satu frekuensi, tidak satu iman, bahkan tidak dalam sagu semangat, semangat perdagangan atas nama uang yang agung. Negara dan warga-negara, tidak kausal, karena warga-negara harus patuh pada negara. Cukup! baca saja lirik berikut:

Chemical war chemical war, nations to destroy
Chemical war chemical war, future nightmare toy
Chemical war chemical war, and if you should survive
Chemical war chemical war, more dead than alive

They say “we don’t use it” but we know they lie
We say they abuse it before they run and hide

Chemical war chemical war, take your little pill
Chemical war chemical war, go and make your will
Chemical war chemical war, here comes the cyanide
Chemical war chemical war, just not on your side

They say “we don’t use it” but we know they lie
They try to abuse it then they run and hide

7. Bars of Death – Tak Ada Garuda di Dadaku | Organize! {Compilation} (Grimloc Records)

Untuk babap Herry Sutresna alias Ucok (eks-Homicide) semoga engkau selalu diberikan kesehatan oleh Tuhan YME. Terus menjadi baik dan berani. Sulit sekali menemukan sosok seperti seorang Herry Sutresna. You Rule!

Nationalism is power hunger tempered by self-deception” – George Orwell.

8. Anti-Flag – You’ve Gotta Die for the Government | Die for the Government (1996, New Red Archive)

Hi, kawan-kawanku. Sahabat-sahabat terbaik sepanjang masa. Semoga kalian lekas sadar, bahwa apa yang hari ini kalian percaya, tidak seperti apa yang ‘mereka’ tanamkan ke dalam otak, perasaan, serta perilaku kalian hari ini. Buka mata, hati, dan telinga kalian. Lihat sekelilingmu, banyak korban kekerasan negara, banyak manusia tak berdosa kehilangan segalanya. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada kalian sebagai kawan-kawanku. Jangan sampai kalian mati untuk pemerintah, lebih baik mati untuk apa yang kalian cinta, dan itu bukan negara, apalagi pemerintah.

9. Milisi Kecoa – Bukan Untukku! | Memobilisasi Kemuakan {Compilation} (2014, Grimloc Records, Network of Friends)

Kau memang terlahir lebih dulu

Tapi jalan hidup kita berbeda

Tak dapat kau dikte dan paksakan

Ini hidupku bukan hidupmu

Semua sudah tersirat lewat lirik di atas. Bapak, meskipun kau seorang patriot, seorang yang dibesarkan oleh negara. Maafkan anakmu ini, pilihanku jelas tidak sejalan dengan pilihanmu. Biarkan kita hidup masing-masing, sebagaimana Tuhan menghendaki itu semua, karena ini hidupku, bukan hidupmu!

 

10. Fugazi – Waiting Room | 13 Songs (1989, Dischord Records)

Hidup ini terlalu repetitif. Tak percaya? yasudahlah.

 

11. D.R.I. – Equal People | Dealing With It! (1987, Metal Blade Records, Enigma Records)

I look at you, then look at me
There is no difference I can see

 

12. 7 Seconds – Satyagraha | Soulforce Revolution (1989, Restless Records)

Ketidakseimbangan yang terjadi akhir-akhir ini bisa jadi karena tidak adanya harmoni antara kehidupan manusia dengan makhluk hidup lainnya, seperti hewan dan tumbuhan. Saya percaya perkataan James Lovelock, bahwa bumi mempunyai kemampuan memperbaiki dirinya sendiri (homeostasis). Namun, kita tidak akan pernah tahu relasi antara manusia dengan alam ketika kita tidak mampu memahami relasi tersebut. Dari segi etis, kadang manusia gagal mewartakan apa guna etika lingkungan bagi kehidupan manusia. Meskipun Aldo Leopold pernah berbicara mengenai etika tanah di tahun 1949. Sesuatu tumbuh dari tanah, sesuatu yang memiliki kepentingan untuk bergenerasi. Meskipun terkadang manusia gagal memahami etika tersebut, karena problem manusia dibayangkan sebagai makhluk yang rasional.

Bagaimana kemudian peran rasio (alasan nalar) menjadikan manusia sebagai makhluk yang terpilih memungkinkan manusia membuat teknologi, membangun sistem sosial, menjadikan manusia sebagai Raja di Dunia. Secara rasional manusia memposisikan dirinya pada Top of the Food Chain.  Semenjak aufklarung, Immanuel Kant bicara manusia yang berakal budi (reasoning) era sebagai manusia. Bahwa penalaran merupakan bagian dari manusia saja, sedangkan hal-hal seperti afeksi, intuisi seolah diperlawankan dengan rasio. Hewan hanya memiliki vonem (suara) ketika anjing ditendang ia hanya menggongong, dan ketika bunga dipetik ia terdiam seolah tidak memiliki afeksi.

Secara episteme, manusia dan alam diperlakukan sebagai hal yang berbeda. Manusia ada di luar alam begitu pula alam. Berdasarkan stagnansi tersebut menyebabkan manusia terjebak di dalam kebuntuan etika lingkungan. Mencari relasi manusia dengan alam perlu dipikirkan ulang, karena ontologi lama membicarakan manusia dan alam itu sebagai hal yang berbeda, reason dan non-reason.

 

13. Feine Sahne Fischfillet – Alles auf Rausch | Sturm & Dreck (2018, Audiolith Records)

Saya hampir lupa bahwa playlist ini lahir akibat ramainya RUU Permusikan. Tapi, meskipun lebih banyak urusan personal ketimbang respon atas RUU Permusikan maupun kasus-kasus yang bersumber dari negara, saya berikan satu lagu penutup sekaligus obat bagi mereka yang terus melawan dan hidup untuk kebaikan. Lagu ini berbahasa Jerman, meskipun begitu, Monchi sang vokalis memberikan banyak pembelajaran positif. Melampaui kisah-kisah nabi yang kita konsumsi sejak kecil, lagu ini gambaran kecil perjuangan Monchi dan kawan-kawan melawan neo-NAZI yang sedang tumbuh dan berkembang di Jerman dewasa ini. Untuk itu, semoga semangat positif dapat ditularkan lewat lagu ini. Melampaui tapal batas teritori, lagu ini dipersembahkan sebagai penutup playlist dan awal bagi perjuangan di mana pun kalian berada. Jaga kewarasan, tetap berani, lawan ketidakadilan!

14. Company Flow – Patriotism | Soundbombing II {Compilation} (1999, Rawkus Records)

Sebenarnya track ini tidak terpikirkan untuk masuk daftar, namun setelah membuka kembali kompilasi Rolling Thunder – Durgahayu, saya menemukan kutipan yang tepat untuk nomor terakhir dalam mixtape ini:

Dissent is the highest form of patriotism” – Howard Zinn.

Dengarkan mixtape ini di sini atau unduh di sini.

Standard

Leave a comment